Selasa, 25 Desember 2012

I hate smoker

Saya tidak pernah tahan dengan asap rokok.
Entah kenapa, hidung saya dapat menangkap bau asap rokok dari radius yang lumayan jauh.
Mungkin karena dari kecil saya sudah sering mencium bau nya dari bapak saya.
Ya, bapak saya DULU merokok.
Alhamdulillah sekarang sudah berhenti.
Mudah-mudahan tidak lagi coba2 mulai mengisap barang nista itu.

Saking benci nya dengan rokok, saya sampai jijik melihat orang yang menghisapnya.
Jijik dengan kemarahan yang sampai ke ubun2.
Tapi dulu ketika bapak saya masih merokok, saya tidak dapat bertindak apa2 di depan orang yang sedang merokok.
Rasanya seperti berhadapan dengan bapak saya yang sedang merokok.

Saya pernah merasa marah sampai nangis (fyi, jika marah sampai dongkol banget, saya akan menangis, bukan menangis terisak2, hanya mata saya akan mulai berair) ketika melihat orang merokok di depan saya, dan harus menahan bau asap rokoknya.
Pengen muntah rasanya, jijik!

Dulu saat saya masih di bangku sekolah, rumah saya penuh dengan tanda 'dilarang merokok'
Sehingga untuk merokok bapak saya harus keluar rumah.
Sudah berbuih rasanya mulut saya dan adek2 saya mengingatkan bapak saya untuk segera berhenti merokok.
Tapi beliau hanya berkata itu bukan urusan saya. Mau nangis rasanya.
Dan sekarang bahkan abang saya sudah ikut-ikutan merokok.

Oke, skip dulu untuk kegiatan merokok di rumah saya.
Ketika di jalanan saya melihat tukang becak mengayuh sepedanya sampai berkeringat basah.
Saya merasa iba, namun, tidak lama setelah itu dia mengeluarkan sepuntung rokok dan mengisapnya.
Hilang sudah rasa iba yang saya rasakan sebelumnya.
What the f*ck! He worked hard to earn money, just for making fire in his hard-earned money.
Jangan salahkan saya, jika tiba-tiba saya tidak mempunyai rasa belas kasihan lagi untuk orang-orang seperti itu.

Buat apa dia menghasilkan uang hanya supaya bisa membakarnya.
Oke, mungkin untuk orang kaya tidak masalah, mungkin dia lagi bingung karena uangnya banyak.
Makanya dia mulai membakarnya dengan merokok.
Tidak apa2 kalau dia merokok dan menghisap asap rokoknya sendiri.
Tapi TOLONG jangan membagi asap rokoknya pada orang-orang yang tidak menginginkannya.
Kalau bahasa kasarnya, lo kalau mau mati, mati aja sendiri, jangan ajak2 orang lain! Brengsek! (ups, sori, terbawa arus) --> kata2 ini mungkin cocok untuk perokok yang berduit banyak
Kalau untuk yang melarat tapi masih merokok, mungkin ini kata2 yang tepat --> Lo udah miskin, merokok lagi, buat apa lo nyari duit trus dibakar gitu aja, mending lo nyimpen duit lo untuk kehidupan yang lebih baik.
Maaf nih, kalau untuk masalah rokok, saya jadi kasar omongannya.

Oke, mungkin itu hak mereka, duit nya mau di pake buat apa, terserah mereka.
Toh mereka yang kerja bukan saya.
Tapi plissss, jangan merokok di depan publik.
Jangan merugikan kesehatan orang lain.

Saya pernah berkata pada teman saya yang merokok, "kalau lo merokok terus, ntar kalau lo punya anak, anak lo juga akan merokok"
trus dia bilang, "bapak gue dulu gak ngerokok, trus knp gw ngerokok? itu semua ga ada hubungannya"
Kalau saya lihat dari sini, orangtua yang tidak merokok saja, bisa menyebabkan anaknya merokok
Apalagi jika orangtuanya merokok, peluang si anak untuk merokok jadi lebih besar.
Tuh lihat abang saya jadi perokok juga (kesel setengah mati).

Dulu, saya merasa sangat iri dengan teman saya yang bapak nya tidak merokok.
Tapi ini belum terlambat juga untuk bapak saya berhenti merokok.
Ibu saya sangat senang, mungkin untuk membantu menghilangkan rasa gelisah Bapak saya yang mulai berhenti merokok, ibu saya tidak pernah menyebut-nyebut kata 'rokok' dan lebih sigap lagi melayani bapak saya.
Suatu saat nati saya juga akan melayani seperti itu.
Untuk entah siapa nantinya, saya hanya berharap calon imam saya bersikap seperti bapak-saya-tanpa-rokoknya. hahaha.. Saya hanya tidak ingin anak saya nantinya juga ikut2an jadi candu rokok.. Hey, what a good mother!

Dan semoga abang saya juga akan cepat berhenti merokok.
Kasihan nanti kakak ipar dan ponakan saya.hahahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar